Hijaukan Kota

Urban farming sudah menjadi kebutuhan sebuah kota, pemicunya adalah isu lingkungan dan akses pangan bagi masyarakat urban di kota besar.

Sebagai kota besar dan pusat Pemerintahan Indonesia, Jakarta pun dipenuhi gedung-gedung bertingkat tinggi, hunian bersusun, perkantoran, pergudangan dan lainnya. Sehingga sebagaian lahan hijau perkotaan berubah dan makin menyempit.

Meski demikian, tidak menjadikan penghalang bagi sebagaian kelompok masyarakat maupun orang per orang untuk menambah ruang hijau dan kebun bagi masyarakat agar lebih layak huni.

Fakta mengenai kondisi lingkungan kota Jakarta, maka membuat kota Jakarta lebih asri menjadi kebutuhan. Urban farming yang menjadi bagian dari urban agriculture sebagai solusinya. Sebab bisa mengatasi pelestarian tanaman, pengurangan emisi, peredam suara, hingga peningkatan kualitas udara dan kesehatan bahkan mampu memberikan akses pangan.

Pemerintah Provinsi Khusus Ibu Kota Jakarta terus mencoba menkreasikan lahan-lahan terbengkalai untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Mengajak kelompok-kelompok masyarakat di perkampungan di DKI untuk memanfaatkan pekarangan rumahnya dengan menanam tanaman-tanaman yang bisa untuk memenuhi pangan dan gizi keluarganya seperti sayuran dan buah yang paling mudah.

Lahan Sempit Bukan Halangan

Dosen Jurusan Arsitektur Lansekap, Universitas Trisakti, Jakarta, Eko Adhy Setiawan beberapa waktu lalu menyatakan, inti dari membuat kota menjadi hijau adalah menyeimbangkan antara lingkungan alami dan lingkungan binaan. Lingkungan alami adalah lingkungan yang memang sudah terbentuk secara alami, sedangkan lingkungan binaan berupa lingkungan yang dibuat manusia, seperti rumah atau halaman.

Di Jakarta, tambahnya yang memiliki banyak gedung bertingkat bisa dihijaukan untuk menciptakan iklim mikro. Vertical atau wall garden dan roof garden bisa menjadi pilihan untuk penghijauan gedung bertingkat tersebut. “Aplikasi roof garden bisa meredam panas sehingga bisa mengurangi penggunaan AC di gedung tersebut. Gedungnya jadi lebih dingin beberapa derajat, lingkungan sekitarnya juga lebih asri,” urai Eko.

Sentuhan teknologi yang ada saat ini membuat tidak ada lagi alasan tidak bisa menanam di rumah yang berlahan sempit, di dalam rumah, bahkan di gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Teknologi vertikultur atau kegiatan bercocok tanam atau berkebun dengan lahan bertingkat mampu mengatasi keterbatasan lahan.

Semua stakeholder bersama-sama bersatu untuk mewujudkan pertanian di perkotaan agar gaya hidup hijau ada di masyarakat perkotaan. Sebab akan memberikan sejumlah dampak positif, yaitu mencegah pemanasan global, mencegah banjir, menjaga ketersedian air, menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.

Tri Mardi Rasa 

No comments: